Ayah vs. Pacar


Hei, kalian, para cewek. Suka nyadar nggak sih kalo kalian, apalagi yang udah punya pacar, lebih sering ngabisin waktu sama pacar daripada sama ayah kalian sendiri?

Coba deh pikir-pikir. Main sama pacar katakanlah minimal seminggu sekali (kecuali yang LDR). Terus mesraaa banget sama pacar. Gandengan tangan, rangkulan, atau gestur-gestur lainnya deh yang menandakan saling melindungi. Emang sih sama pacar kadang suka susah ketemu. Jadi seklinya ketemu langsung kangen-kangenan gitu.

Coba kalo sama ayah. Ketemu hampir setiap hari di rumah. Itu pun kadang ngobrol kadang enggak. Entah karena beliau baru pulang kerja setelah kita tidur, atau kitanya yang terlalu capek sehabis pulang sekolah jadi nggak sempet ngobrol. Kalo ada kesempatan pun, paling hanya small talk, bukan quality time yang biasa kita lakukan sama pacar kita.

Kadang saya suka miris kalo lagi jalan sama pacar eh sekarang sih mantan eh ya gitu lah pokoknya. Lalu kepikiran soal ayah. Si papah di rumah lagi apa ya? Kok nggak nelepon-nelepon? Kok kayaknya udah lama banget nggak main sama beliau? Dan begitu pulang ke rumah, ternyata ayah masih belum tidur. Nonton film action di ruang tengah. “Sambil nungguin teteh pulang,” katanya. Lalu beliau nanya habis dari mana aja. Main, Pah. Mana oleh-olehnya, katanya lagi. Another awkward moment karena pulang dengan tangan kosong. Akhirnya cuma cengengesan terus masuk ke kamar.

Iya juga ya. Pasti ayah kuatir banget putri satu-satunya belum pulang, padahal matahari telah terbenam sedari tadi, halah. Coba bayangin perasaan si ayah waktu ngeliat anaknya dibonceng pemuda yang bahkan beliau belum kenal benar. Apalagi waktu menikahan anaknya.

Menikah itu, bagi mempelai wanita, harus ada walinya. Wajib. Sukur-sukur kalau ayahnya masih ada. Kalau engga, berarti sama pamannya atau kakeknya. Karena tugas si ayah sebagai wali itu adalah “menyerahkan putrinya sepenuhnya pada lelaki yang kelak akan mendampingi hidupnya.”

Coba bayangkan... harus melepas putri yang selama ini ada dalam hidupnya. Yang waktu baru lahir kepalanya hanya sebesar kepalan tangannya, yang sekarang tangannya ia pegang untuk ia serahkan pada lelaki lain. Pada suaminya.

Sadar nggak sadar, kadang quality time kita sama ayah hanya sedikit. Kita lebih sering meluk pacar daripada meluk ayah. Bahkan lebih gampang bilang ‘aku sayang kamu’ ke pacar daripada bilang ‘aku sayang Papa‘.

Akuilah.

Makanya, sesekali kencanlah sama ayah, jangan sama pacar melulu. Mumpung ayahnya masih ada, masih kuat buat diajakin jalan-jalan. Tiap malem juga jangan ngabis-ngabisin pulsa buat nanya lagi apa ke pacar. Coba telepon ayah, kenapa jam segini belum pulang, apa ayah sudah makan, sudah makan obat, atau hanya sekedar bilang hati-hati di perjalanan pulang.

Jangan takut dikatain ‘manja’ karena kita masih suka nempel-nempel ke ayah—atau ke ibu. Bukankah kita memang seharusnya seperti itu? Mumpung mereka masih ada, mumpung masih sehat walafiat. Karena umur nggak ada yang tau. Makanya, sayangilah mereka dan manfaatkan waktu sebaik-baiknya! ;)

Komentar