For those who wonder what would a so-called "college life" be.
Ternyata apa yang si abeh bilang bener; kuliah itu nggak kerasa. Tau-tau satu semester berlalu. Segala rintangan di belankang berhasil dilewati dengan susah payah dan berbuah hasil yang cukup melegakan. Yah, meski nggak full enam bulan, satu semester ini rasanya waktu yang lamaaa banget. Mungkin karena lingkungannya benar-benar baru. Tinggal di kota kecil bernama Jatinangor, not quite all alone tapi tetep aja jauh dari keluarga.
Bisa dibilang, semester pertama ini semester adaptasi. Semua serba baru. Lingkungan, teman, tetangga, pengajar, cuaca, tempat tinggal, pokoknya semuanya. Waktu masih kelas XII dulu, masih susah buat membayangkan gimana rasanya jadi mahasiswa. Saya tau kalau yang saya bayangkan nggak semuanya akan sesuai ekspektasi. Ada yang lebih baik, ada yang lebih buruk.
Katanya, jadi mahasiswa itu...
Iya sih, bisa sedikit bergaya. Tapi bagi saya sebagai kaum hawa yang koleksi pakaiannya tidak sebanyak mereka yang tiap minggu belanja, malah agak menyebalkan. Begitu nggak sengaja pakai baju yang sama di minggu yang sama, pasti adaaa aja satu orang yang nyadar dan bilang, "Ih, itu baju yang kamu pakai pas matkul xxx ya?" Elah. Siapapun juga bakal malu kalau udah dikomenin begitu. Bisa aja sih cuek, tapi... saya sih tetep kepikiran -_- Belum lagi soal nyuci, terutama bagi anak kosan. Yang nggak ada fasilitas laundry ya terpaksa cuci-jemur-setrika sendiri. Saran nih, buat calon maba. Sebagai antisipasi, dari kelas XII harus mulai koleksi baju untuk kuliah. Bukan baju untuk main, lho, untuk kuliah. Kemeja, blus tertutup, atau apapun lah yang masih terkategorikan sopan. Terus, celana. Untunglah kita hidup di abad 21 yang memperbolehkan mahasiswanya pake jeans ke kampus. Siapin juga celana bahan dan rok--iya, rok--untuk acara resmi. Belinya nggak usah yang mahal-mahal, kemeja diskonan isokeh. Beli baju itu mending murah tapi banyak (tp yg berkualitas), jangan yang mahal tapi cuma dapet satu-dua. Baju buat tinggal di kostan juga, jangan yang mini-mini. Apalagi buat yang kostannya campuran, cowoknya bisa keenakan tuh.
Main matamu. Yang ada malah bosan nunggu mata kuliah selanjutnya. Untung aja saya ngekost di sekitar kampus, jadi kadang bisa pulang dulu untuk sekedar ngadem atau malah ambil kesempatan buat nyuci baju. Lha, mereka yang pulang-pergi? Mau nggak mau nunggu di sekitaran kampus, atau pait-paitnya numpang ngadem di kostan orang. Nah, yang bikin bete adalah kalau di satu hari itu hanya ada satu mata kuliah, dan pas ke kampus... malah no class. Gondok segondok-gondoknya! Ujung-ujungnya malah ilfil sama dosen yang bersangkutan, haha.
Believe me, nggak semua orang beranjak dewasa secepat itu. Masih ada orang yang mentalnya masih kayak anak SMA. Yang hobi ngutang sana-sini, ngelobi dosen ini-itu, bahkan yang ngambek gara-gara nggak dikasih contekan pas lagi kuis pun ada. Apalagi, di kampus ini kita bakal ketemu dengan berbagai macam orang. Literally berbagai macam. Ada orang seberang, orang dengan logat yang asing di telinga, yang kebiasaannya aneh-aneh, yang cara hidupnya membuat mulut menganga dan bikin kita keheranan kenapa ini orang masih bisa sehat walafiat, bahkan yang miring alias 'enggak straight' sekalipun bakal kita temukan. Pokoknya jangan tertipu penampilan. Siapa yang kita kira menyebalkan kadang ternyata baik banget, yang kita kira baik dan calon sahabat malah akhirnya menjauh dan pergi entah kemana. Dan jangan gampang nge-judge orang juga. We don't know what they have been through. Pintar-pintar jaga jarak saja.
Kalau waktu SD bu guru bilang "ga boleh pilih-pilih teman", sekarang kita justru harus pilih-pilih teman. Karena, di dunia perkuliahan, teman itu menentukan masa depan. Kalau kita temenan sama tukang hedon, ya pasti akhirnya kebawa-bawa ngehedon juga. Kalau temenan sama yang rajin, insyaAllah kita pun bakalan ketularan rajin. Pilih teman yang satu visi dan misi. Kalau bisa sih yang satu prinsip. Jangan sampai keseret-seret sama apa yang bakal membuat prestasi kita jatuh, dan jangan sampai termakan dengan kalimat, "kan lu sahabat gue, ikut yuk". Bullshit, dia sih cuma nyari kawan yang bisa diajak ngambil SP bareng aja. Tapi, bukan berarti kita harus menjauh dari kebanyakan orang. Sebaliknya, carilah temaan sebanyak-banyaknya untuk memperluas relasi. Hanya saja, kita harus tetep tau mana yang harus didekati dan mana yang harus dijaga jaraknya.
Fyi, mahasiswa itu terkenal individualis. Nilai makmur, pertemanan hancur. Maksudnya, sudah mulai sportif. Dulu waktu kelas XII sih yang namanya kebersamaan tuh bener-bener BERSAMA, if you know what I mean. Tapi begitu kuliah... kebiasaan-kebiasaan seperti itu harus kita copot perlahan-lahan. Menjadi mahasiswa itu nggak bisa bergantung sama orang. Kita harus mandiri; dari mulai mengambil keputusan, sampai masalah akademik. Harus bener-bener rajin belajar. Coba aja, pasti entar jarang banget ada teman yang mau ngasih bantuan pas lagi kuis (test harian). Nggak bakal seperti dulu waktu SMA. Senggol bangku teman yang di depan, beres. Guru yang bermurah hati untuk naikin nilai pun gak bakal ada. Inget, nanti kita bakal bikin skripsi sendiri. Sidang juga sendiri. Everything is on our own.
Untuk yang satu ini, saya akui memang benar. Hidup jauh dari orang tua kadang bikin kita ngerasa nggak ada yang ngawasin. Saya emang kupu-kupu, kuliah-pulang kuliah-pulang. Tapi kadang ba'da maghrib suka hijrah ke kosan teman buat sekedar ngerumpi, atau kalau lagi penat dan besoknya nggak ada jadwal pagi, suka refreshing ke Jatos dengan nonton di 21 (ya, di Jatinangor da bioskop) atau karaoke dan baru pulang setelah diusir secarah halus oleh lampu-lampu yang meredup.
On the other hand, despite of those privilege, masih lebih banyak deritanya daripada enaknya. Di rumah sih tinggal ke meja makan lalu am dahar. Di kostan sih harus pergi dulu buat beli lauk pauk. Belum nyuci piring sehabis makan. Duh, males banget. Kadang kalau lagi mager tingkat dewa, atau karena nggak ada temen makan, suka dibela-belain gak makantapi besoknya maag kambuh. Apalagi kalo siang/sorenya lupa beli temen nasi untuk makan malem, ya mau nggak mau harus keluar untuk makan malem. Biasanya sih makan pecel lele di pinggir jalan. Untungnya Jatinangor tidak semenyeramkan Bandung di malam hari. Geng motor pun hanya sayup-sayup terdengar di malam minggu.
Tapi who knows, sih, siapapun bisa berniat jahat, termasuk temen lo sendiri. Inget, jangan saah gaul. Harus selalu waspada, jaga diri, dan sebisa mungkin menghindari keluar malem. Lagian gak enak juga sama anak kostan kalau tiap hari pulang malem terus. Ah, jadi pengen cerita banyak tentang kehidupan anak kostan. Nanti lah saya bikin postingan terpisah tentang tips-tips milih kostan dan cara bertahan hidupnya.
Yang ini 100% BENAR. Lu gak bisa males-malesan lagi kayak di SMA. Gak bakalan bisa tidur di sela-sela pelajaran (kalau di kelas cuma ada 20 mahasiswa), gak bakalan bisa tidur selama yang kalian lakukan semasa SMA dulu. Di sini kata "deadline" udah nggak asing di telinga, karena kita hidup berdampingan dengan tugas-tugas menggunung yang harus dikirimkan sebelum pukul 00:00. Apalagi saya yang seorang procrastinator, ngirim tugas lima menit sebelum deadline itu udah biasa banget. Tapi ya hasilnya kurang maksimal sih ADUH yang ini jangan dicontoh ya! Tapi bener lho, semenjak kuliah saya selalu tidur di atas jam dua belas. Bukan karena ada tugas sih, tapi karena memang nggak bisa tidur aja. Waktu tidur itu semakin tua semakin sebentar. Makanya yang jarang tidur makin kelihatan tua (?). Tapi begitu libur tiba... Saya bisa tidur 12 jam penuh.
Terus, dosen. Ini dia yang menjadi kunci masa depan. Serius deh jangan mau punya masalah sama dosen, karena nantinya akan sangat berabe. Mau lu sejenius apapun, tapi sekalinya bikin dosen itu kesel, jangan harap dapat nilai A atau B. Or, he/she could've just give you numbers and letters, but they wouldn't give you any respect. Berbagai macam dosen akan lu temui. Mulai dari dosen muda cantik bohaytapi nyebelin, dosen uzur yang hobinya nge-Bollywood di kelas, dosen homo, sampai dosen killer yang akhirnya jadi dosen favorit lu pun nggak bakalan luput dari kehidupan di kampus ini. Sebagai tindakan preventif, banyak-banyaklah cari informasi mengenai dosen-dosen lu ke senior. The dos and don'ts, apa kesukaan beliau, apa yang beliau benci, bagaimana cara ngajarnya, dan sebagainya. Informasi sekecil apapun akan berguna untuk kelangsungan hidup lu sebagai mahasiswa. Percayalah, percayalah. That's how I survive.
--
Dan mungkin... cukup sekian tentang kesan-kesan saya di "semester adaptasi" ini. Mudah-mudahan di semester dua nanti saya jadi semakin expert (?) dalam menghadapi perkuliahan dengan segala tetek-bengeknya, berbekal dari pengalaman pahit-manis suka-duka atas-bawah di semester satu ini. Semoga tulisan ini akan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Ingatlah,
Salam kelelawar! *poof*
Bisa dibilang, semester pertama ini semester adaptasi. Semua serba baru. Lingkungan, teman, tetangga, pengajar, cuaca, tempat tinggal, pokoknya semuanya. Waktu masih kelas XII dulu, masih susah buat membayangkan gimana rasanya jadi mahasiswa. Saya tau kalau yang saya bayangkan nggak semuanya akan sesuai ekspektasi. Ada yang lebih baik, ada yang lebih buruk.
Katanya, jadi mahasiswa itu...
"Enak, boleh pake baju bebas. Nggak monoton kayak di sekolah karena semua seragam."
college's next top modol |
"Jadwalnya enak loncat-loncat, jadi ada waktu buat istirahat atau main."
ain't nobody got time fo dat |
"Temen-temennya enak, udah pada dewasa jadi nggak bakal mempermasalahkan hal ecek-ecek kayak di SMA dulu."
friend or foe |
Kalau waktu SD bu guru bilang "ga boleh pilih-pilih teman", sekarang kita justru harus pilih-pilih teman. Karena, di dunia perkuliahan, teman itu menentukan masa depan. Kalau kita temenan sama tukang hedon, ya pasti akhirnya kebawa-bawa ngehedon juga. Kalau temenan sama yang rajin, insyaAllah kita pun bakalan ketularan rajin. Pilih teman yang satu visi dan misi. Kalau bisa sih yang satu prinsip. Jangan sampai keseret-seret sama apa yang bakal membuat prestasi kita jatuh, dan jangan sampai termakan dengan kalimat, "kan lu sahabat gue, ikut yuk". Bullshit, dia sih cuma nyari kawan yang bisa diajak ngambil SP bareng aja. Tapi, bukan berarti kita harus menjauh dari kebanyakan orang. Sebaliknya, carilah temaan sebanyak-banyaknya untuk memperluas relasi. Hanya saja, kita harus tetep tau mana yang harus didekati dan mana yang harus dijaga jaraknya.
Fyi, mahasiswa itu terkenal individualis. Nilai makmur, pertemanan hancur. Maksudnya, sudah mulai sportif. Dulu waktu kelas XII sih yang namanya kebersamaan tuh bener-bener BERSAMA, if you know what I mean. Tapi begitu kuliah... kebiasaan-kebiasaan seperti itu harus kita copot perlahan-lahan. Menjadi mahasiswa itu nggak bisa bergantung sama orang. Kita harus mandiri; dari mulai mengambil keputusan, sampai masalah akademik. Harus bener-bener rajin belajar. Coba aja, pasti entar jarang banget ada teman yang mau ngasih bantuan pas lagi kuis (test harian). Nggak bakal seperti dulu waktu SMA. Senggol bangku teman yang di depan, beres. Guru yang bermurah hati untuk naikin nilai pun gak bakal ada. Inget, nanti kita bakal bikin skripsi sendiri. Sidang juga sendiri. Everything is on our own.
"Kalo ngekost enak deh, jadi lebih bebas."
aslinya nggak sekeren ini |
On the other hand, despite of those privilege, masih lebih banyak deritanya daripada enaknya. Di rumah sih tinggal ke meja makan lalu am dahar. Di kostan sih harus pergi dulu buat beli lauk pauk. Belum nyuci piring sehabis makan. Duh, males banget. Kadang kalau lagi mager tingkat dewa, atau karena nggak ada temen makan, suka dibela-belain gak makan
Tapi who knows, sih, siapapun bisa berniat jahat, termasuk temen lo sendiri. Inget, jangan saah gaul. Harus selalu waspada, jaga diri, dan sebisa mungkin menghindari keluar malem. Lagian gak enak juga sama anak kostan kalau tiap hari pulang malem terus. Ah, jadi pengen cerita banyak tentang kehidupan anak kostan. Nanti lah saya bikin postingan terpisah tentang tips-tips milih kostan dan cara bertahan hidupnya.
"Harus lebih giat belajar. Nilai ada di tangan dosen.Dosen itu tuhan."
*jangan ditiru* |
Terus, dosen. Ini dia yang menjadi kunci masa depan. Serius deh jangan mau punya masalah sama dosen, karena nantinya akan sangat berabe. Mau lu sejenius apapun, tapi sekalinya bikin dosen itu kesel, jangan harap dapat nilai A atau B. Or, he/she could've just give you numbers and letters, but they wouldn't give you any respect. Berbagai macam dosen akan lu temui. Mulai dari dosen muda cantik bohay
--
Dan mungkin... cukup sekian tentang kesan-kesan saya di "semester adaptasi" ini. Mudah-mudahan di semester dua nanti saya jadi semakin expert (?) dalam menghadapi perkuliahan dengan segala tetek-bengeknya, berbekal dari pengalaman pahit-manis suka-duka atas-bawah di semester satu ini. Semoga tulisan ini akan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Ingatlah,
Experience is the best teacher.
Salam kelelawar! *poof*
Komentar
Posting Komentar