Dilan

Aku mau review novel Dilan. Sebenernya bukan review, tapi mau cerita aja.

Dilan, dia adalah Dilanku tahun 1990,
dan Dilan 2, dia adalah Dilanku tahun 1991,

yang dikarang oleh Pidi Baiq yang namanya terpampang di dinding kolong jembatan di Jalan Asia Afrika.

Dilan, oh Dilan. Dilan bukan siapa-siapa. Dia cuma tokoh fiksi, tapi bikin temen saya bilang "aku naksir Dilan!" padahal dia sendiri laki-laki. Yang perempuan apa lagi, siapa juga yang gak mau sama Dilan. Seenggaknya, punya temen seasik Dilan bakalan seru. Karena bisa dimintain uang sama Wati, hehehe. Padahal mungkin Dilan juga suka nganjuk gorengan di warung Bi Eem. Oh ya, Dilan juga banyak disirikin laki-laki lain karena Dilan jago gombal, tapi gombalannya gak pernah bikin geli.

Dilan, kelas dua SMA. Atau tiga, entahlah. Muncul pertama kali di bab pertama, di kota Bandung, di sebuah SMA negeri di Jalan Buahbatu. Mungkin di SMA 8, atau mungkin di SMA 22. Entahlah.

Dilan anak berandalan, tapi dia sayang bunda. Dilan anak geng motor, tapi selalu ranking 1 di kelasnya. Dilan suka bikin puisi, Dilan juga suka Milea. Milea Adnan Hussain, yang katanya cantik banget, yang pindahan dari Jakarta, yang rumahnya di Jalan Banteng. Dilan suka antar jemput Milea ke sekolah naik motor bututnya walau rumah mereka nggak searah; rumah dilan di Riung Bandung, jalan yang selalu aku lewati kalau mau ke kampus dari GBI.

Pidi Baiq, sang penulis, berhasil bikin aku baper gara-gara throwback ke jaman SMA. Fyi, baper itu artinya 'bawa perasaan'. (Kali-kali mamaku baca dan gak tau apa arti 'baper'). Karena settingnya di Buahbatu, otomatis SMA Dilan kubayangin jadi SMA ku dulu yang kebetulan di terletak di Buahbatu. Aku bisa banget bayangin Dilan dan Milea pas mereka nelusurin jalanan Buah Batu yang rindang, nyebrangin perempatan BKR, belok ke Jalan Mutiara -- yang ada SMP-ku juga, tapi bukan buat makan es podeng -- lalu belok kiri ke rumah Milea di Jalan Banteng.

Yaa, meski Buahbatu tahun 1991 dan tahun 2011 jauh berbeda, baca Dilan bikin saya tetep kangen Buahbatu. Ada, sahabat saya yang baper banget kalau lewat Buahbatu. Gara-gara Dilan. Gara-gara...... ah sudahlah.

Dilan, Wati, Piyan, pertandingan basket, guru PPL, guru BP, sampai warung Bi Eem pun bikin aku inget jaman SMA. Mungkin gara-gara ada teman yang mirip tokoh-tokoh di novel Dilan. Sampai ceritanya juga. Ada yang bener-bener mirip, ada.

Kayak baca cerita sendiri.......gak sih?

Ayah, makasih udah bikin novel Dilan. Kalau Ayah mau tau, banyak yang jadi korban gara-gara baca Dilan. Korban baper, korban nostalgia, korban asmara.

This novel is a page turner I can finish this in one sit.

Bandungers, please read this.

Ciao!